Beranda | Artikel
Siapakah Wanita Kitabiah yang Boleh Dinikahi Pria Muslim
Sabtu, 2 Januari 2016

SIAPAKAH WANITA KITABIAH YANG BOLEH DINIKAHI PRIA MUSLIM

Pertanyaan
Saya ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan menikah dengan wanita baik-baik dari kalangan Ahlul Kitab; Kristen dan Yahudi. Apakah menyentuh dan mencium menyebabkan terlarangnya menikah dengan wanita Ahlul Kitab? Saya telah membaca dalam jawaban anda bahwa seorang muslim wajib menikahi wanita baik-baik . Apakah hal ini hanya berlaku bagi wanita Ahli Kitab atau mencakup semua wanita muslimah? Apakah menyentuh dan mencium masuk dalam pemahaman wanita baik-baik? Apa pesan anda terhadap para pemuda muslim yang meyakini bahwa persentuhan sebelum menikah adalah perkara penting?

Jawaban
Alhamdulillah.

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari berkata dalam kitab ‘Jami’ul Bayan An Ta’wil Aayil Quran’ (8/165) menjelaskan tentang defnisi wanita muhshanah (wanita baik-baik), “Maksudnya adalah wanita yang membentengi dirinya dari perbuatan nista, adapula yang mengatakan jika sang wanita tersebut menjaga kemaluannya dari perbuatan tercela.Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرٰنَ الَّتِيْٓ اَحْصَنَتْ فَرْجَهَا (سورة التحريم: 12)

Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya.”[At-Tahrim/66: 12]

Maknanya adalah dia menjaga kehormatannya dari keragu-raguan dan mencegahnya dari perbutan tercela. Kemudian dia menyebutkan beberapa pendapat tentang penafsiran firman Allah Ta’ala,

وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ (سورة المائدة: 5)

(dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu,” [Al-Maidah/5: 5].

Di antara yang dia sebutkan adalah, ‘Sebagian lainnya berkata bahwa yang dimaksud firman Allah tersebut adalah wanita baik-baik dari kalangan beriman dan wanita baik-baik dari kalangan ahli kitab sebelum kalian. Maksudnya wanita yang menjaga kehormatannya dari penganut kedua agama tersebut, baik dia budak ataupun wanita merdeka. Maka, mereka yang menafsirkan demikian membolehkan menikahi wanita taat beragama berdasarkan ayat ini dan mengharamkan menikahi wanita pelacur baik dari kalangan beriman atau ahli kitab.” Kemudian beliau menyebutkan beberapa atsar yang menjadi dalil pendapat ini.

Beliau juga berkata, “Kemudian ahli tafsir berbeda pendapat terkait dengan hukum dalam firman-Nya,

وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ (سورة المائدة: 5)

(dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu,” [Al-Maidah/5: 5].

Apakah bersifat umum atau khusus? Sebagian berpendapat bahwa ayat ini bersifat umum bagi seluruh wanita yang menjaga kesucian dirinya. Karena yang dimaksud Al-Muhshanat adalah wanita yang menjaga kehormatan dirinya. Seorang muslim boleh menikah semua wanita merdeka atau budak ahli kitab, baik kafir harbi (terlibat peperangan) atau dzimmi (hidup damai di bawah pemerintahan muslim). Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ (سورة المائدة: 5)

(dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu,” [Al-Maidah/5: 5]

Yang dimakud adalah wanita baik-baik yang menjaga kehormatannya dari kalangan mereka, siapapun mereka. Ini pendapat mereka yang mengatakan bahwa al muhshanat adalah wanita baik-baik yang menjaga kehormatannya.

Yang lainnya berkata, “Yang dimaksud adalah wanita ahli kitab yang memiliki perjanjian damai dengan kaum muslimin.

Beliau pun menyebutkan syarat penting untuk menikahi wanita ahli kitab yang harus dicermati dan diperhatikan setiap muslim serta siapa saja yang ingin menikah dengan mereka di negeri kafir. Syarat tersebut adalah; Berada dalam kondisi tidak adanya kekhawatiran anak-anak akan dipaksa menjadi kafir.” Di antara praktek yang paling jelas dalam masalah ini di masa kita sekarang adalah hendaknya dia tidak berada di negara kafir yang menerapkan aturan yang memaksa seorang muslim untuk mendidik anaknya berdasarkan agama kafir, misalnya dengan dipaksa memberikan pelajaran Nashrani misalnya atau dibawa ke gereja pada hari Ahad, atau adanya UU bagi wanita kafiir yang membolehkannya sesuai keinginannya membawa dan mendidik anaknya dengan pendidikan agama kaumnya. Atau semacamnya. Kitab mohon keselamatan kepada Allah dan berlindung dari kehinaan.

Syekh As-Sa’di berkata dalam tafsirnya, (1/458),
“وأحل لكم” (dihalalkan bagi kalian) maksudnya adalah para wanita yang menjaga kehormatannya dari kalangan wanita beriman dan dari kalangan ahli kitab sebelum kalian, maksudnya adalah dari kalangan Yahudi dan Nashrani. Ayat ini mengkhususkan firman Allah Ta’ala,

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ (سورة البقرة: 221)

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.” [Al-Baqarah/2: 221].

Adapun wanita-wanita yang tidak menjaga kehormatan dirinya dari perbuatan zina, maka mereka tidak boleh dinikahi, apakah dia wanita muslimah atau wanita ahli kitab sebelum mereka bertaubat. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

اَلزَّانِيْ لَا يَنْكِحُ اِلَّا زَانِيَةً اَوْ مُشْرِكَةً (سورة النور: 3)

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik.” [An-Nur/24: 3]

Wallahu ta’ala a’lam.

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid

Disalin dari islamqa


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4270-siapakah-wanita-kitabiah-yang-boleh-dinikahi-pria-muslim.html